September 08, 2016

Berkah Dewi di Dunia yang Indah Ini! Jilid 3 Bab 1 (Bagian 4)

Penerjemah: Vee
Editor: Switch, Phenk

Kazuma terlihat panik ....

Bagian 4
“Bangun! Ikutlah denganku. Waktunya untuk interogasi!”
Saat Sena tiba-tiba masuk ke dalam selku, aku masih tertidur dan memakai selimut.

“Ada apa, sih? Bukannya ini masih pagi ....”
“Ini sudah mau siang, tahu! Sebenarnya kamu biasanya tidur berapa lama, sih?!”
Di bawah pengawalan penjaga, aku dibawa ke sebuah ruangan.

“Baik, masuklah. Aku akan mendengar apa yang ingin kamu katakan, dan memutuskan apakah aku akan menuntutmu atau tidak. Sebaiknya kamu hati-hati dalam berbicara.
Setelah mendengar ucapan yang mengancam dari Sena, aku secara hati-hati berjalan masuk ke ruangan itu. Di tengah ruangan terdapat sebuah meja dan dua kursi. Di dekat pintu keluar juga terdapat meja kecil dan kursi. Susunan ruangan ini terasa seperti ruangan interogasi polisi dalam film-film.

Salah satu dari penjaga yang mengawalku duduk di kursi depan pintu masuk dengan tenang dan meletakkan selembar kertas di atas meja.

Sikap ini … apa yang dinamakan dengan proses pengambilan bukti-bukti terkait?

Penjaga yang lainnya bergegas menyuruhku duduk di kursi yang berada di tengah ruangan. Dia lalu berdiri dengan tenang di belakangku, mungkin dia bersiap untuk menahanku jika aku melakukan tindakan kekerasan.

Dua penjaga dengan jubah lengkap berada di ruangan yang kecil ini. Saat aku masih merasa tegang karena tekanan situasi sekarang ini, Sena duduk di sisi lain meja dan meletakkan sebuah lonceng kecil di atas meja.

“Apa kamu tahu benda apa ini? Ini adalah benda sihir yang dapat mendeteksi kebohongan. Benda ini biasa digunakan di pengadilan atau tempat semacamnya. Lonceng ini tersinkronisasi dengan sihir di ruangan ini, dan akan berdering jika kebohongan diucapkan. Tolong ingat ini baik-baik .... Kalau begitu, aku akan mulai pertanyaannya.”
Setelah Sena berkata seperti itu, raut wajahnya menjadi serius dan interogasi pun dimulai dibarengi dengan suasana yang menegangkan. Dia juga mengetukkan jari telunjuknya ke meja, guna memberi tekanan kepadaku.

“Satou Kazuma. Umur 16 tahun, bekerja sebagai seorang petualang. Job-mu juga seorang petualang .... Jadi, di mana tempat kelahiranmu, dan apa yang kamu lakukan sebelum memulai bertualang?
Tiba-tiba langsung dicekoki pertanyaan yang rumit.

Dari mana aku berasal, dan apa yang aku lakukan, bagaimana caraku menjelaskannya?
Dia bilang lonceng itu akan berdering jika aku berbohong—
Aku berasal dari Jepang, dan seorang pelajar.”
—Berdering.
Perkataanku membuat lonceng itu berdering .... Hei, tapi aku tidak berbohong sama sekali.
Sena yang sedari tadi mengetukkan jarinya ke meja kemudian berhenti dan mengerutkan keningnya.
“.... Catat ini segera, memalsukan tempat kelahiran dan riwayat pekerjaan ....”
Penjaga yang bertugas mencatat laporan langsung sigap menulis.
“Tunggu! Aku tidak berbohong!”
—Berdering.
Apa-apaan benda itu! Kenapa benda itu berdering?!
Aku berasal dari Jepang dan seorang pelajar ...! Seorang ... pelajar ....
“.... Aku berasal dari Jepang. Aku menghabiskan setiap hariku di rumah, menjalani kehidupan yang buruk.”

Setelah aku menjawab sekali lagi, Sena lalu melirik ke arah lonceng.
Aku juga melirik ke arah lonceng itu lebih dekat.

—Lonceng itu tidak berdering kali ini.
 “.... Kenapa kamu sangat keras kepala, sampai-sampai berbohong sebagai pelajar?”
“Aku tidak keras kepala .... Ah ... sudahlah lupakan ....”
Kampret, aku benci benda sihir itu—!

“Aku tidak pernah tahu ada tempat bernama Jepang sebelumnya .... Tapi, ya sudahlah. Selanjutnya, kenapa kamu ingin menjadi seorang petualang?”
“Untuk menyelamatkan warga yang diteror oleh pasukan Raja Iblis dan ....”
—Berdering.
“......”
“.... Karena menjadi petualang sepertinya keren, dan aku pikir akan lebih mudah untuk menghasilkan banyak uang. Aku juga ingin menjadi terkenal di kalangan gadis-gadis cantik.

“.... Ba-Baiklah. Pertanyaan selanjutnya. Apakah kamu punya dendam kepada Tuan Tanah? Kudengar kamu sering mengeluh mengenai hutang-hutangmu.”

“Sebenarnya, awalnya karena hasil upah dari misi mengalahkan Dullahan tidak cukup untuk membayar biaya reparasi atas kerusakan yang terjadi di kota, sehingga akhirnya malah menjadi hutang. Memang benar tujuannya untuk melindungi kota, tetapi percuma saja jika kotanya hancur. Aku juga sudah ikhlas dengan kejadian itu.”

—Berdering.

“......”
“Terus terang, aku berkata seperti itu semata-semata hanya untuk meredakan kemarahanku. Tapi kalau boleh jujur, Tuan Tanah yang sampai-sampai memperlakukan pahlawan yang telah menyelamatkan kota seperti ini, rasanya membuatku ingin membunuhnya.”

“A-Aku mengerti. Kalau begitu selanjutnya ....”

Maaf … boleh menyela sebentar?”

Aku mencoba menyela Sena yang ingin melanjutkan pertanyaan, namun dia tidak menghiraukannya dan tetap melanjutkan pembicaraannya.

“Baiklah, kita langsung ke intinya saja. Seperti “Apakah kamu bekerja sebagai pasukan Raja Iblis?’ atau “Apakah kamu memberikan perintah teleportasi karena memiliki dendam dengan Tuan Tanah?”
“Sudah kubilang berulang kali, aku hanya memerintahkan seseorang untuk melakukan telepotasi secara acak. Aku tidak bermaksud menargetkan pada Tuan Tanah. Aku juga tidak pernah terpikirkan akan jadi seperti ini. Aku memberikan perintah itu karena aku ingin menyelamatkan kota. Aku berkata sejujur-jujurnya.”

Sena tetap memperhatikan loncengnya sambil mendengarkanku.
—Dan tentu saja, loncengnya tidak berdering.

Setelah mengkonfirmasi hal ini, Sena menghela nafas.
“.... Tampaknya aku yang salah. Semua yang kudengar tentangmu kebanyakan adalah rumor yang buruk. Maka dari itu …  aku minta maaf yang sebesar-besarnya ....”
Sikap Sena berubah, menjadi lebih rendah hati dan sopan sambil membungkuk kepadaku.

Kurasa nada bicara yang sebelumnya itu pasti ditujukan untuk para kriminal, dan yang ini adalah cara bicaranya yang asli.

Karena kecurigaan ini sudah berhasil diluruskan, kurasa inilah kesempatanku untuk menyela dan berkata:
Ya ampun, mendengar sebuah rumor tanpa menyelidiki kebenarannya terlebih dahulu? Jadi jaksa kok tidak becus begini!

Um, aku minta maaf ....”
Saat Sena menunduk meminta maaf, aku lanjut berkata:
“Apa kau tahu seberapa besar jasa yang telah kulakukan selama ini? Selain aku berperan penuh dalam penaklukan Pemimpin Pasukan Iblis Beldia, aku juga yang mengkomandoi dalam penyerangan terhadap Destroyer. Aksi brilianku telah mengalahkan Benteng Bergerak yang mana belum pernah ditaklukkan sebelumnya! Dan kau malah menuduhku habis-habisan tanpa berterima kasih sedikit pun padaku!

Aku menyandarkan punggungku ke belakang kursi sampai-sampai kursinya berderit. Dan dikarenakan aku masih kesal gara-gara ditahan semalaman, aku pun terus memojokkan Sena.
Aku ... aku minta maaf. Ini memang pekerjaanku. Aku tahu Kazuma telah berjasa menyelamatkan kota, tapi ....”

“Tapi? Tapi apa? Omong-omong, karena masalah tentang kecurigaanku sudah terselesaikan, kenapa tidak ada yang menyuguhkanku secangkir teh? Apa-apaan kantor polisi ini?! Bawakan juga Katsudon untukku!”

Nasi dengan lauk daging babi? Maaf, tapi kami tidak memiliki makanan itu. Aku akan segera menyiapkan secangkir teh ….”
Sena lalu bergegas, dan kembali membawa secangkir teh.
Aku pun mencicipinya.
Panas banget! Apa jaksa di sini tidak tahu cara menyuguhkan teh yang benar? Ditambah dengan sikapmu yang judes begitu pasti kau masih jomblo, ‘kan? Oke, karena benda sihir itu masih ada di sini, sekarang giliranku yang bertanya. Apa kau punya teman dekat cowok?”

“Tidak.”

Sena menatapku dingin dan menjawab dengan tegas:
“Tidak punya. Ya, ini semua karena sikapku yang seperti ini. Sampai diusiaku yang sekarang ini pun aku masih jomblo. Sudah puas? Kusarankan jangan membahas ini lebih jauh lagi.

Ma-Maaf.”
Melihat loncengnya tidak berdering, aku meminta maaf dengan nada ketakukan.

Omong-omong, rumor buruk apa saja yang kau dengar tentangku? Apa kau dengar rumor itu dari para petualang kemarin?”

“Em, benar … selain itu, kudengar kamu melucuti celana dalam seorang petualang gadis muda di tempat umum, memaksa crusader yang tinggal bersamamu untuk membasuh punggungmu saat mandi. Lalu, kau menganggap priest di party-mu itu cuma beban dan berniat meninggalkannya di dalam dungeon, semua rumor itu membuat pribadimu patut dicurigai—“
......
Melihatku berpaling dengan kaku, Sena menatapku dengan tatapan curiga.
“.... Apa semua itu hanya rumor?”

“Ya, hanya rumor.”

—Berdering.

Sena kembali berwajah dingin dan berkata:
“.... Yah, karena itu masalah di party-mu, jadi aku tidak akan berkomentar. Tapi, apa kamu tahu orang-orang di luar sana memanggilmu apa? Mereka memanggilmu Kazubrengsek, Kazusampah—”

“Kasar sekali! Siapa yang berani membuat namaku jadi jelek seperti itu?!
Tapi aku tahu maksud dari perkataannya, dan aku tidak bisa menyangkalnya.

Melihatku kesal begitu, Sena menghela nafas dan ....
“Kalau begitu, untuk lebih meyakinkan, aku akan bertanya sekali lagi. Kamu memiliki hubungan dengan seseorang dari Pasukan Raja Iblis, kan? Seperti salah satu dari Pemimpin Pasukan Raja Iblis atau semacamnya ....”
“Tidak sama sekali. Memangnya aku terlihat seperti pria—”

—Berdering.

Sebelum aku selesai bicara ‘yang sehebat itu di matamu’.
Aku sadar bahwa aku telah membuat kesalahan besar.
Dengan berderingannya lonceng di ruangan interogasi, aku mulai teringat kalau Wiz juga seorang Pemimpin Pasukan Raja Iblis.

0 komentar:

Post a Comment