Penerjemah: Vee
Bagian
4
“Bangun!
Ikutlah denganku. Waktunya untuk interogasi!”
Saat Sena tiba-tiba masuk ke dalam selku, aku masih
tertidur dan memakai selimut.
“Ada
apa, sih?
Bukannya
ini masih pagi ....”
“Ini
sudah mau siang, tahu!
Sebenarnya kamu biasanya
tidur berapa lama, sih?!”
Di
bawah pengawalan penjaga, aku dibawa ke sebuah ruangan.
“Baik,
masuklah. Aku akan mendengar apa yang ingin kamu katakan, dan memutuskan apakah
aku akan menuntutmu atau tidak. Sebaiknya kamu hati-hati dalam berbicara.”
Setelah
mendengar ucapan yang mengancam dari Sena, aku secara hati-hati berjalan masuk
ke ruangan itu. Di tengah ruangan terdapat sebuah meja dan dua kursi. Di dekat
pintu keluar juga terdapat meja kecil dan kursi. Susunan ruangan ini terasa
seperti ruangan interogasi polisi dalam film-film.
Salah
satu dari penjaga yang mengawalku duduk di kursi depan pintu masuk dengan
tenang dan meletakkan selembar kertas di atas meja.
Sikap ini … apa yang dinamakan dengan proses
pengambilan bukti-bukti terkait?
Penjaga
yang lainnya bergegas menyuruhku duduk di kursi yang berada di tengah ruangan. Dia
lalu berdiri dengan tenang di belakangku, mungkin dia bersiap untuk menahanku
jika aku melakukan tindakan kekerasan.
Dua
penjaga dengan jubah lengkap berada di ruangan yang kecil ini. Saat aku masih
merasa tegang karena tekanan situasi sekarang ini, Sena duduk di sisi lain meja
dan meletakkan sebuah lonceng kecil di atas meja.
“Apa
kamu tahu benda apa ini? Ini adalah benda sihir yang dapat mendeteksi
kebohongan.
Benda ini biasa
digunakan di
pengadilan atau
tempat semacamnya.
Lonceng ini tersinkronisasi
dengan sihir di ruangan ini, dan akan berdering jika kebohongan diucapkan.
Tolong ingat ini baik-baik
....
Kalau begitu, aku
akan mulai pertanyaannya.”
Setelah
Sena berkata seperti itu, raut wajahnya menjadi serius dan interogasi pun dimulai dibarengi dengan suasana yang menegangkan.
Dia
juga mengetukkan jari telunjuknya ke meja, guna memberi tekanan kepadaku.
“Satou
Kazuma. Umur 16 tahun, bekerja sebagai seorang petualang. Job-mu juga seorang petualang .... Jadi, di mana tempat kelahiranmu, dan apa yang kamu lakukan sebelum memulai bertualang?
Tiba-tiba
langsung dicekoki
pertanyaan yang
rumit.
Dari mana aku berasal, dan apa
yang aku lakukan, bagaimana caraku menjelaskannya?
Dia
bilang lonceng itu akan berdering jika aku berbohong—
“Aku berasal dari Jepang, dan seorang
pelajar.”
—Berdering.
Perkataanku
membuat lonceng itu berdering
....
Hei, tapi aku tidak berbohong sama sekali.
Sena
yang sedari tadi
mengetukkan jarinya ke meja
kemudian
berhenti dan mengerutkan keningnya.
“.... Catat ini segera, memalsukan
tempat kelahiran dan riwayat pekerjaan ....”
Penjaga
yang bertugas mencatat laporan
langsung sigap menulis.
“Tunggu!
Aku tidak berbohong!”
—Berdering.
Apa-apaan
benda itu! Kenapa benda itu berdering?!
Aku
berasal dari Jepang dan seorang pelajar
...!
Seorang ... pelajar ....
“....
Aku berasal dari Jepang. Aku menghabiskan setiap hariku di rumah, menjalani
kehidupan yang buruk.”
Setelah
aku menjawab sekali lagi, Sena lalu melirik ke arah lonceng.
Aku
juga melirik ke arah lonceng itu lebih dekat.
—Lonceng
itu tidak berdering kali ini.
“.... Kenapa kamu sangat keras kepala, sampai-sampai
berbohong sebagai pelajar?”
“Aku
tidak keras kepala .... Ah ... sudahlah lupakan ....”
Kampret,
aku benci benda sihir itu—!
“Aku
tidak pernah tahu ada tempat bernama Jepang sebelumnya .... Tapi, ya sudahlah. Selanjutnya, kenapa kamu ingin
menjadi seorang petualang?”
“Untuk
menyelamatkan warga yang diteror oleh pasukan Raja Iblis dan ....”
—Berdering.
“......”
“.... Karena menjadi petualang
sepertinya keren, dan aku pikir akan lebih mudah untuk menghasilkan banyak
uang. Aku juga ingin menjadi terkenal di kalangan gadis-gadis cantik.
“.... Ba-Baiklah. Pertanyaan selanjutnya.
Apakah kamu punya
dendam kepada Tuan Tanah? Kudengar kamu sering mengeluh mengenai hutang-hutangmu.”
“Sebenarnya,
awalnya karena hasil upah dari misi mengalahkan Dullahan tidak cukup untuk
membayar biaya reparasi atas kerusakan yang terjadi di kota, sehingga akhirnya
malah menjadi hutang. Memang benar
tujuannya untuk melindungi kota, tetapi
percuma saja jika kotanya hancur. Aku juga sudah ikhlas dengan kejadian itu.”
—Berdering.
“......”
“Terus terang, aku berkata seperti itu semata-semata hanya untuk
meredakan kemarahanku. Tapi kalau boleh jujur, Tuan Tanah yang sampai-sampai
memperlakukan pahlawan yang telah menyelamatkan kota seperti ini, rasanya
membuatku ingin membunuhnya.”
“A-Aku
mengerti. Kalau begitu selanjutnya ....”
“Maaf … boleh menyela sebentar?”
Aku
mencoba menyela
Sena yang ingin melanjutkan pertanyaan, namun dia tidak menghiraukannya
dan tetap
melanjutkan pembicaraannya.
“Baiklah, kita langsung ke intinya saja. Seperti “Apakah kamu bekerja sebagai pasukan Raja
Iblis?’ atau “Apakah kamu memberikan perintah teleportasi
karena memiliki dendam dengan Tuan Tanah?”
“Sudah
kubilang berulang
kali, aku hanya memerintahkan seseorang untuk melakukan telepotasi secara acak. Aku tidak bermaksud menargetkan pada Tuan Tanah.
Aku juga tidak pernah
terpikirkan akan jadi seperti ini. Aku memberikan perintah itu karena aku ingin
menyelamatkan kota. Aku berkata sejujur-jujurnya.”
Sena
tetap memperhatikan loncengnya sambil mendengarkanku.
—Dan
tentu saja, loncengnya tidak berdering.
Setelah
mengkonfirmasi hal ini, Sena menghela nafas.
“.... Tampaknya aku yang salah. Semua yang kudengar tentangmu kebanyakan adalah rumor yang buruk. Maka
dari itu … aku minta maaf yang sebesar-besarnya ....”
Sikap
Sena berubah, menjadi lebih rendah hati dan sopan sambil membungkuk kepadaku.
Kurasa nada bicara yang sebelumnya itu
pasti ditujukan untuk
para kriminal, dan yang ini adalah cara bicaranya yang asli.
Karena
kecurigaan ini sudah berhasil
diluruskan, kurasa
inilah kesempatanku untuk menyela dan berkata:
“Ya ampun, mendengar sebuah rumor tanpa menyelidiki
kebenarannya terlebih dahulu? Jadi jaksa kok tidak becus begini!”
“Um, aku minta maaf ....”
Saat
Sena menunduk meminta maaf, aku lanjut berkata:
“Apa
kau tahu seberapa
besar jasa yang telah kulakukan selama ini? Selain aku berperan penuh dalam penaklukan Pemimpin Pasukan Iblis Beldia, aku
juga yang mengkomandoi dalam
penyerangan terhadap Destroyer.
Aksi brilianku telah mengalahkan Benteng Bergerak yang mana belum pernah ditaklukkan
sebelumnya! Dan kau malah
menuduhku habis-habisan tanpa berterima kasih sedikit pun padaku!
Aku
menyandarkan punggungku ke
belakang kursi sampai-sampai kursinya berderit. Dan dikarenakan aku masih kesal gara-gara ditahan
semalaman, aku pun terus memojokkan Sena.
“Aku ... aku minta maaf. Ini memang pekerjaanku. Aku
tahu Kazuma telah berjasa menyelamatkan kota, tapi ....”
“Tapi? Tapi apa? Omong-omong, karena masalah tentang kecurigaanku sudah
terselesaikan, kenapa tidak ada yang menyuguhkanku secangkir teh? Apa-apaan kantor polisi
ini?! Bawakan juga Katsudon untukku!”
“Nasi dengan lauk daging babi? Maaf, tapi kami tidak memiliki makanan itu. Aku akan segera menyiapkan secangkir teh ….”
Sena
lalu bergegas, dan kembali membawa secangkir teh.
Aku pun mencicipinya.
“Panas banget! Apa jaksa di sini tidak tahu cara menyuguhkan teh yang
benar?
Ditambah dengan sikapmu yang
judes begitu pasti kau masih jomblo, ‘kan? Oke, karena benda sihir itu masih
ada di sini, sekarang giliranku yang bertanya. Apa kau punya teman dekat
cowok?”
“Tidak.”
Sena
menatapku dingin
dan menjawab
dengan tegas:
“Tidak
punya. Ya, ini semua karena sikapku yang seperti ini. Sampai diusiaku yang sekarang ini pun aku masih
jomblo. Sudah puas? Kusarankan jangan membahas ini lebih jauh lagi.”
“Ma-Maaf.”
Melihat
loncengnya tidak berdering, aku meminta maaf dengan nada ketakukan.
“Omong-omong, rumor buruk apa saja yang kau dengar
tentangku? Apa kau dengar rumor itu dari para petualang kemarin?”
“Em,
benar … selain itu,
kudengar
kamu melucuti celana dalam seorang
petualang gadis muda di tempat umum, memaksa crusader yang
tinggal bersamamu untuk membasuh punggungmu saat mandi. Lalu,
kau
menganggap
priest di party-mu itu
cuma beban dan berniat
meninggalkannya di dalam dungeon, semua
rumor itu membuat pribadimu patut dicurigai—“
......
Melihatku
berpaling dengan kaku, Sena menatapku dengan tatapan curiga.
“.... Apa semua itu hanya rumor?”
“Ya,
hanya rumor.”
—Berdering.
Sena
kembali berwajah dingin dan berkata:
“....
Yah, karena itu masalah di party-mu, jadi aku tidak akan
berkomentar. Tapi, apa kamu tahu orang-orang di luar sana
memanggilmu apa? Mereka memanggilmu Kazubrengsek, Kazusampah—”
“Kasar
sekali! Siapa yang berani
membuat namaku jadi jelek seperti itu?!”
Tapi
aku tahu maksud dari perkataannya, dan aku tidak bisa menyangkalnya.
Melihatku
kesal begitu,
Sena menghela nafas
dan ....
“Kalau
begitu, untuk lebih meyakinkan, aku akan bertanya sekali lagi. Kamu memiliki hubungan dengan seseorang
dari Pasukan Raja Iblis, ‘kan?
Seperti salah satu dari Pemimpin Pasukan Raja Iblis atau
semacamnya ....”
“Tidak
sama sekali.
Memangnya aku
terlihat seperti pria—”
—Berdering.
Sebelum
aku selesai bicara
‘yang sehebat itu di matamu’.
Aku
sadar bahwa aku telah
membuat kesalahan besar.
Dengan
berderingannya lonceng di ruangan interogasi, aku
mulai teringat kalau Wiz juga seorang Pemimpin Pasukan Raja Iblis.
0 komentar:
Post a Comment